Apakah ada orang Indonesia yang tidak kenal dengan mie instan? Saya yakin hampir semua orang Indonesia mengenalnya dan bahkan pernah mencoba mie instan, salah satu makanan paling populer di Indonesia. Indonesia menjadi negara pemakan mie instan terbanyak kedua di dunia, hanya kalah dari China yang memiliki populasi yang jauh lebih besar.
Pada tahun 2021, orang Indonesia mengonsumsi 13,27 miliar mie instan, angka yang tidak mengherankan mengingat betapa banyak kalangan yang menyukainya. Dari orang tua, muda, pekerja, hingga anak kos, semuanya menyukai dan bisa membeli mie instan. Mie instan memang makanan yang merakyat.
Namun, di balik popularitasnya, banyak yang mengatakan berbagai macam larangan atau hal negatif tentang mie instan, seperti dikaitkan dengan penyebab kanker, mengandung lilin pada air rebusannya, dapat menyebabkan kebodohan, dan argumen negatif lainnya. Meskipun begitu, mie instan juga berfungsi sebagai penyelamat bagi banyak orang. Selain menyelamatkan perut anak kos atau pekerja di akhir bulan, mie instan juga menjadi makanan penyelamat dalam situasi darurat seperti bencana alam dan perang.
Melihat sisi positif dan negatif tentang mie instan, banyak pertanyaan yang muncul: Mengapa orang menciptakan mie instan? Siapa yang menciptakannya? Pertanyaan ini bisa dijawab dengan melihat sejarahnya kembali ke masa setelah Perang Dunia II, ketika Jepang mengalami kehancuran setelah bom Hiroshima dan Nagasaki. Rakyat Jepang menderita, banyak yang sakit, dan kelaparan melanda di mana-mana.
Amerika membantu dengan memberikan bantuan berupa gandum atau tepung sebagai pasokan pangan. Namun, gandum tersebut berlebihan dan Momofuku Ando, seorang pengusaha, mencoba mencari cara untuk mengolahnya menjadi makanan yang simpel, tidak mudah rusak, mudah dimasak, enak, dan aman dikonsumsi. Hasilnya adalah ide untuk membuat mie instan, yang pada akhirnya menjadi comfort food favorit orang Jepang.
Mie instan terus berkembang dari waktu ke waktu, dan inovasi seperti mie instan cup juga dibuat untuk memberikan kenyamanan lebih kepada para konsumen. Mie instan yang tadinya hanya populer di Jepang mulai menyebar ke Amerika dan negara-negara lainnya. Di Indonesia, juga terdapat banyak variasi rasa unik yang disesuaikan dengan selera lokal.
Mie instan, meskipun praktis, memiliki beberapa kekurangan dari segi kesehatan. Meskipun mengandung karbohidrat dan beberapa mikronutrien, gizi dalam mie instan tidak lengkap seperti makanan yang kita masak sendiri. Konsumsi mie instan yang berlebihan dapat menyebabkan risiko kardiometabolik seperti obesitas, hipertensi, resistensi insulin, dan penyakit lainnya. Oleh karena itu, disarankan untuk menyertakan sayuran dan makanan lain yang mengandung protein untuk memastikan kebutuhan gizi terpenuhi.
Namun, mie instan juga memiliki manfaat sosial dan ekonomi yang signifikan, terutama dalam situasi darurat dan sebagai salah satu solusi untuk mengatasi stunting pada anak-anak. Dengan harga yang terjangkau dan rasa yang beragam, mie instan dapat membantu banyak orang yang memiliki keterbatasan anggaran.
Kesimpulannya, mie instan memiliki dua sisi: positif dan negatif. Sebagai konsumen, kita perlu memahami dan menyadari manfaat dan risikonya. Meskipun mie instan bukanlah makanan yang menggantikan kebutuhan gizi kita sepenuhnya, kita bisa menikmatinya dengan bijaksana dan menyertakan makanan sehat lainnya dalam pola makan kita.